Jack of all trades, master of none – William Shakespeare
Kutipan itu sempat menjadi isi profil Instagram saya selama lebih dari setahun karena saya bingung menjelaskan jati diri saya. Jack of all trades, master of none adalah idiom yang menggambarkan seseorang yang bisa melakukan banyak hal tapi tidak ahli dalam satu hal pun. Dan itu menggambarkan diri saya dengan tepat.
I mean, I can do a lot of things, like baking, writing, blogging, making DIY toys, crafting, and crocheting. But nothing, not even one that I am really good or have expertise on.
Pada suatu masa, saya suka sekali belajar public speaking yang kemudian ini membantu sekali dalam pekerjaan saya sebagai front liner di sebuah bank. Namun, setelah tidak lagi bekerja, keahlian itu pun sirna.
Saya dan Memasak
Lalu saya belajar memasak makanan bayi dan baking demi Cinta yang masih balita. Bahkan saya sempat bergabung dengan komunitas masak terbesar pada saat itu, NCC (Natural Cooking Club), dan mengikuti pelatihan bikin kukis saat kopdar akbar di Surabaya!
Tapi kemudian saya sadar bahwa cooking is not my strong suit. Saya bisa masak seadanya, sambil melihat resep. Namun saya nggak suka karena memasak itu memerlukan energi yang besar sekali mulai dari memikirkan menu masakannya, mengolah bahan mentahnya, menghidangkannya hasilnya ke meja makan dan mencuci peralatan dapurnya. Memasak adalah salah satu pekerjaan rumah tangga yang sangat ingin sekali saya serahkan ke pihak ketiga seandainya bisa. Lagipula memasak nggak membuat saya bahagia.
Saya dan Ilmu Parenting
Saat saya dan Cinta pindah ke Jakarta dari Sidoarjo, saya suka sekali ikut seminar dan komunitas parenting. Mulai yang temanya kesehatan sampai pola asuh anak. Bahkan sampai niat nyetir sendiri ke Jakarta dari Parung hanya berbekal GPS karena benar-benar buta jalan.
Tapi lantas saya mengalami tsunami informasi saking banyaknya ilmu yang saya peroleh. Saya overload sampai-sampai hanya sedikit sekali dari teori-teori parenting itu yang akhirnya dapat saya terapkan ke anak-anak. Dan sampai saat ini saya masih merasa fed up sehingga belum tergerak lagi untuk mengikuti pelatihan pola asuh walaupun sering galau menghadapi perilaku anak-anak.
Saya dan Crafting
Aktivitas lain yang saya sukai adalah crafting alias kerajinan tangan. Saat Cinta dan Keenan masih kecil, saya suka mengajaknya membuat aneka prakarya dan mainan DIY. Mulai dari rumah boneka dari kardus sampai membuat playdough yang aman untuk batita. Namun anak-anak semakin besar dan tidak berminat lagi bikin prakarya, saya juga semakin malas membereskan rumah yang berantakan setelah kami bebikinan.
Setelah saya pindah ke Brunei, saya pun bergabung dengan grup crafting ibu-ibu Indonesia. Di sini saya belajar crochet. Kegiatan belajar crochet bersama yang diadakan secara rutin dan kelompok yang suportif membuat saya lumayan betah melakukan aktivitas ini. Cukup banyak juga hasil crochet saya. Bahkan tiap mudik ke Surabaya saya suka sekali hunting hakpen dan benang di toko yang jual perlengkapan rajut di Plaza Surabaya. Atau mampir ke Hokko di Bandar Seri Begawan sekadar membeli benang atau kain.
Sayangnya seiring dengan krisis migas dunia beberapa tahun lalu, komunitas keluarga Indonesia di Seria & Kuala Belait pun terkena dampaknya. Banyak teman saya di grup crafting yang kembali ke Indonesia atau pindah ke negara lain. Lama-lama grup crafting pun bubar dan saya kehilangan motivasi untuk crocheting sampai akhirnya berhenti sama sekali. Padahal perlengkapan crochet yang sudah dibeli pun nggak sedikit, begitu juga benang dan buku yang akhirnya dibagikan ke teman-teman yang masih rajin merajut daripada mubazir.
Saya dan Fotografi
Setelah sekian lama nggak punya hobi produktif dan hanya menghabiskan waktu luang dengan membaca dan bermain media sosial. Akhirnya saya tertarik pada fotografi karena ingin memiliki feed instagram yang bagus dengan foto-foto berkualitas tinggi. Untuk mendukung hobi ini, selain ikut workshop online, saya juga mengikuti workshop offline memotret model yang diselenggarakan oleh Benchlab Brunei beberapa waktu lalu.
;
Hanya saja, minat saya terhadap fotografi nggak berkembang. Nggak ada keinginan untuk terus menerus berlatih agak bisa menguasai kamera dan teknik-teknik fotografi. Bahkan sekarang sudah mulai malas membawa kamera ke manapun saya pergi dan kembali mengandalkan kamera telepon genggam. Untung suami saya paham sekali istrinya yang moody ini sehingga ia merasa cukup membelikan saya kamera mirrorless dengan fitur untuk pemula daripada kamera canggih yang mahal seperti di foto ini hahaha. Takut rugi dia.
Begitulah, hobi saya berganti mengikuti apa yang sedang ‘in’ di sekitar saya. Mungkin karena saya orangnya tipe follower banget atau malah mungkin tingkat FOMO, fear of missing out saya tinggi ya. Jadi ketika orang-orang sedang suka dengan aktivitas tertentu ya saya ikuti. Setelah merasa bisa dan bosan karena merasa nggak berkembang, ya sudahlah ditinggal lagi.
Sampai akhirnya saya mengikuti kelas Matrikulasi Ibu Profesional. Pada materi pertama yang diberikan, yaitu Adab Sebelum Ilmu, mengajarkan kita fokus belajar atau melakukan aktivitas yang benar-benar kita sukai saja agar tidak terjebak dalam tsunami informasi dengan mantera, “Menarik, Tapi Tidak Tertarik.” Padahal awalnya saya memutuskan untuk mengikuti Matrikulasi Ibu Profesional ini juga karena FOMO, lho hehehe.
Sejak itu, saya mulai memilah prioritas saya. Dan setelah menelusuri berbagai aktivitas yang pernah saya lakukan ada satu yang tetap saya lakukan sejak dulu sekali, yaitu menulis. Baik itu menulis di buku harian, menulis di blog sejak tahun 2004 dan menulis konten untuk beberapa situs parenting (hei, hasil seminar-seminar parenting yang dulu sering saya ikut ternyata nggak sia-sia, lho). Walaupun aktivitas yang terakhir ini sudah nggak lagi saya jalani, saya tetap menulis, terutama di blog dan instagram.
Hambatan dalam Menulis
Sayangnya, semangat menulis saya naik turun. Kalau sedang rajin, dalam sebulan blog ini bisa terisi seminggu sekali. Namun, kalau semangat menulis saya sedang turun, bisa lebih dari 3 bulan blog ini nggak saya update. Saya sendiri nggak tahu kenapa sering sekali kehilangan semangat menulis.
Kalau dibilang kehabisan ide, enggak juga sih. Di blog ini saja ada beberapa draft tulisan yang belum saya selesaikan. Di jurnal saya ada daftar ide tulisan yang menunggu dieksekusi. Bahkan saat saya menulis blogpost ini, setidaknya ada 2 ide yang menari-nari di kepala saya, yaitu perjalanan kami ke Kota Kinabalu dan rangkuman materi tips menulis agar tetap enak dibaca dari sesi Blogging & Writing Mentor Ibu Profesional Asia bulan lalu. Satu naskah untuk antologi RB Literasi IP Asia juga sudah mengendap di kepala menuntut dituangkan ke dalam bentuk tulisan.
Mungkin soal waktu? Ya sebenarnya kalau mau diadakan ya pasti adalah waktu untuk menulis. 1 jam dalam sehari pasti saya bisa meluangkannya. Tapi toh, akhirnya waktu itu lebih sering saya gunakan untuk scrolling instagram dan facebook daripada menulis.
Satu-satunya alasan yang bisa saya temukan adalah karena saya jenuh. Saat menulis di blog, apalagi karena saya sedang berusaha menjadi blogger profesional, saya ingin setiap postnya ini sempurna. Ya dengan memilih niche yang tepat, tata bahasa yang baik, ilustrasi berkualitas, konten yang bermanfaat sampai SEO yang baik.
Jadi setiap akan menulis di blog saya harus membuat outlinenya dulu, lalu melakukan keyword research dan membuat ilustrasi yang baik. Itu menghabiskan waktu terlalu banyak hanya untuk menulis 1 blogpost dan seringkali terasa melelahkan. Untuk menulis blogpost ini saja saya membutuhkan waktu 2 jam sampai akhirnya dipublish, lho. Belum lagi nanti harus memantau pageview dan adsense. Padahal, aktivitas saya ya nggak cuma ngeblog kan.
Baca Juga: Hal yang Perlu Diperhatikan Untuk Menjadi Penulis Konten
Bagaimana Mengembalikan Semangat Menulis?
Lalu apa yang harus saya lakukan untuk mengembalikan semangat menulis? Saya masih cinta menulis dan ngeblog. Bahkan 2 bulan ini saya juga masih rutin mengisi blognya Ibu Profesional Asia dan saya sangat menikmatinya. Rasanya lebih mudah menulis di sana daripada mengisi blog sendiri. Mungkin karena materinya sudah tersedia dan saya hanya tinggal merangkai kata agar lebih nyaman dibaca?
Sayangnya kegiatan ini sebentar lagi pun harus saya lepaskan karena saya akan pindah dari Brunei kembali ke Indonesia, yang artinya keanggotaan saya sebagai member Ibu Profesional akan dimutasi dari IP Asia ke IP regional baru nanti. Hiks.
Untuk itulah saya mulai lagi belajar mengembalikan semangat menulis di blog ini dengan cara:
Cara Mengembalikan Semangat Menulis
- Mengikuti kelas menulis Belajar Menulis di Blog yang diselenggarakan oleh NulisYuk.
- Belajar membebaskan diri dalam menulis seperti yang disampaikan oleh mbak Kiki Handriyani, pemateri di kelas tersebut, “Tulis aja, tulis lagi, tulis terus sampai kamu menemukan tema apa yang cocok dengan dirimu.”
- “Fokus nulis, nulis dan memperbaiki tulisan. Rejeki akan datang ketika kita sudah siap mental, pikiran dan fisik,” pesan Mbak Kiki.
- Mendobrak kemalasan. Lagi-lagi ini wejangan dari Mbak Kiki. Hambatan utama saya adalah malas. Jadi yang harus dilakukan ya harus melawan kemalasan itu.
- Jaga mood dengan cara mencari kegiatan lain yang mendorong kita untuk tetap semangat menulis, seperti aktif di komunitas dan bertemu dengan orang lain yang memiliki passion yang sama.
- Targetkan seminggu sekali 1 tulisan artikel atau 2 hari sekali menulis status di Facebook. Mbak Kiki menantang kami untuk menulis status yang sesuai minat di Facebook. Tapi saya nggak suka main Facebook, so I will stick on blogpost sajalah.
- Fokuskan pada tujuan kita menulis untuk apa? Ingin jadi blogger profesional? Ingin mendapatkan pageview ribuan? Dapat uang dari adsense dan placement post? Atau berbagi dan menginspirasi? Apapun tujuannya ya harus mau bekerja keras untuk menulis kan? Semangat!
- Banyak membaca. Penulis nggak bisa menulis dengan baik kalau nggak suka membaca.
Begitulah sementara ini kesimpulan yang bisa saya peroleh dari sesi pertama kelas menulis online Belajar Menulis di Blog oleh Mbak Kiki Handrayani.
Harapan saya, setelah materi berakhir, saya dapat mengumpulkan lagi semangat menulis di blog sehingga blog Pojokmungil ini bisa saya update dengan teratur. Saya juga berharap tulisan saya menjadi lebih baik dan enak dibaca dengan feedback dari pemateri. Dan yang terakhir adalah mengembangkan networking sebagai blogger.
Teman-teman blogger ada yang pernah mengalami patah semangat dalam menulis? Atau writer’s block mungkin? Boleh dong berbagi tipsnya di kolom komentar. Ditunggu ya…
alfakurnia
Lifestyle blogger yang suka berbagi tentang review produk, kisah sehari-hari, pengalaman parenting dan banyak lagi. Juga suka menulis resensi buku dan produk skincare di blog alfakurnia.com
14 thoughts on “Semangat Menulis, Bagaimana Cara Mengembalikannya?”
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan
Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.
Haha kok sepertinya serupa dengan aku Mbak. Aku senang mencoba hal baru tapi suka mandeg dan gak berkembang, seperti misalnya aku belajar masak, nyanyi, yoga, atau apapun itu selalu mentok di level beginner. Mungkin aku yang kurang gigih mencoba hehehe
Wah mba pernah tinggal di Parung? Akupun sekarang di Parung, hehe. Btw quote nya jleb banget mbaa. Tapi in my opinion, seseorg tetap harus punya expertise ya. Ini juga pesan dari suamiku yg selalu aku noticed. Aku pernah writer’s block atau jenuh, paling again menjauh dan jalan jalan atau traveling biar punya ide lagi fresh, hehe.
Wahhh mbak sudah banyak banget keahlian ya. Kalau aku msh dikit banget skill. Nulis pun masih abal2 hahahha. Btw aku juga sering ngerasain malas nulis blog. Aplg yg organik ya. Kita hrs nyari tema apaan yang mau ditulis hahaha. Tp tetap semangat ya dan bener tuh membaca kunci menulis yg baik hehe
Wah baru tau ada komunitas nulis yuk. Anyway aku juga merasakan hal yang sama kayak mbak, hehe.. Dari semua hobiku, aku lebih suka nulis, ingin berusaha menonjolkannya tapi masih merasa gini-gini aja :p Butuh semangat dan niat memang kalau mau benar-benar menonjol di bidang yang kita tekuni ya, mbak. Tetap semangat!
Saya juga kepingin rajin menulis walau banyak kegiatan, meski begitu menulis memang mengasyikkan karena saling berbagi manfaat, kit kita #SemangatCiee menulis
Mengembalikan semangat menulis juga bisa tumbuh dari saling berbagi dan berkomunitas ya mbak. Emang segala sesuatu kalau dijalankan dengan konsisten pasti akan lebih meningkat dan berkualitas. Ibaratnya tinggal menunggu waktu aja supaya skill semakin terasah.
Beneran bisa bikin kue barbie kayak diatas mbak? Woooooow…. amazing.
Dan aku setuju kalo menulis itu emang hard ever. Tp kalo dipaksa terus, juga bakal ketemu kok passion nya
Wow, terima kasih sudah berbagi tips, Mba. Kalau aku jarang sih melakukan research soal keyword, tetapi untuk topik tertentu yang sifatnya berbagi informasi biasanya bakal lama untuk cari-cari referensi yang sahih dari situs tepercaya karena takut menjerumuskan pembaca kalau yang aku tulis semuanya melulu “menurut saya”, “setahu saya”, dan itulah yang makan waktu sampai akhirnya tulisannya enggak jadi-jadi, hehehe.
mbak alfa setipe sama aku. Banyak hal yang bisa aku lakukan tapi kayaknya belum ada yg expert di satu bidang.. hadeuuuhhh.. sekarang aku udah mulai fokus 1 hal dan berniat gak akan lari ke mana2 lagi.. sama2 keep focus on writing.. semangat!
Berkat join di IHB aku jadi semangat nulis blog. seminggu bisa dapat 2 artikel haha kalo sebelumnya mah sebulan sekali juga engga hihiii
Bacaan ringan tapi menyentil ini sih.. kadang aku suka males banget nulis dan memang butuh kembaliin mood dan motivasi dari orang lain halah hehe.. seneng deh baca tulisan ini.. jadi self reminder yang berfaedah banget ini
Sebenarnya permasalahan yang saya alami juga demikian. Adakalanya diri ini malas untuk membuat tulisan, malas ngapa-ngapain pokoknya. Membaca artikel ini saya seolah mendapatkan lagi amunisi untuk terus semangat dan terus berkarya lewat menulis. Terimakasih share ilmunya ya mbak
Aku malah mengalami hal yang sebaliknya nih. Aku semangat nulis, tapi waktunya kesita sama kerjaan lain. Alhasil, aku udah rencanain resign hehe.. btw, semangat terus ya mbak.
Yampun 2 jam tulisan udah bisa publish dengan rentetan proses yang tidak sedikit itu, menurut aku mbaknya hebat. Aku dong sampai berhari-hari gak kelar-kelar. Kalo udah “keganggu” anak-anak suka hilang apa yang udah terfikirkan di kepala.
duuh, saya juga butuh semangat menulis lagi nih. rencananya sih kalau udah balik jadi FTM lagi saya baru mau ikutan kelas online gitu, biar bisa terus belajar juga sih 🙂