Anak mengulang kelas di sekolah baru adalah hal yang sering terjadi ketika pindah dari satu negara ke negara lain. Perbedaan kurikulum, bahasa pengantar serta mulainya tahun ajaran sekolah jadi salah satu penyebabnya.
Inilah yang dialami oleh anak-anak saya ketika mereka pindah sekolah dari Brunei ke Indonesia dan dari Indonesia ke Brunei.
Pasalnya, tahun ajaran baru di Brunei dan Indonesia berbeda. Seperti Malaysia dan Singapura, tahun ajaran sekolah di Brunei bermula pada bulan Januari. Sedangkan di Indonesia berawal pada pertengahan bulan Juli.
Pada akhir November 2019, setelah anak-anak menerima raport dan menyelesaikan tahun ajaran sekolah 2019, kami pindah dari Brunei ke Indonesia. Saat itu Keenan yang masuk Primary 1 di awal tahun naik ke Year 2 Primary School dan Kakak lulus dari Primary School.
Sesampainya di Indonesia, kami harus mengurus surat penyaluran siswa dan penyetaraan ijazah sekolah luar negeri dari Kemdikbud yang selesai di bulan Desember 2019. Bersamaan dengan berakhirnya semester 1 tahun ajaran 2019-2020 di Indonesia. Tertinggal satu semester, beberapa sekolah swasta nasional yang kami kunjungi di Sidoarjo memberi saran untuk menunggu sampai tahun ajaran baru 2020 – 2021 dimulai.
Ini berarti anak-anak harus “nganggur” alias enggak sekolah selama enam bulan. Beberapa teman saya yang pindah dari Brunei ke kota-kota lain di Indonesia mengambil keputusan ini. Tentunya yang pindah dalam pertengahan tahun ajaran di Indonesia seperti saya.
Alhamdulillah kami menemukan sekolah di dekat rumah yang bisa menerima mereka langsung masuk di semester dua. Dengan konsekuensi Keenan mengulang kelas satu. Sedangkan kakak bisa mengikuti kelas tujuh semester dua.
Mengulang Kelas di Indonesia
Keputusan mengulang kelas untuk Keenan saat itu sangat tepat. Karena ternyata anak-anak saya cukup kesulitan dalam beradaptasi di sekolah. Penyebab utamanya adalah bahasa pengantar yang berbeda.
Sekolah mereka di Brunei menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar, kecuali untuk pelajaran Ugama (Agama Islam), Bahasa Melayu dan MIB (Melayu Islam Beraja). Sedangkan sekolah baru di Sidoarjo ini menggunakan bahasa Indonesia (walaupun saya daftar dan bayar SPP kelas Internasional untuk Keenan tapi sampai naik kelas dua enggak ada tuh bau-bau internasionalnya).
Kesulitan lainnya adalah mereka enggak mengikuti pelajaran dari awal, sehingga banyak sekali materi yang enggak mereka pahami, terutama si Kakak. Istilahnya tuh enggak dapat basicnya.
Meski tertatih-tatih dan terkendala pandemi, alhamdulillah mereka berhasil juga menyelesaikan 2,5 tahun masa sekolah di Indonesia. Si Kakak lulus SMP dan Keenan naik ke kelas empat SD di akhir Juni 2022.
Mengulang Kelas (Lagi) di Brunei
Bertepatan dengan anak-anak kenaikan kelas, permohonan dependent pass kami disetujui oleh kerajaan Brunei. Saya dan anak-anak akhirnya bisa kembali tinggal Brunei menyusul suami yang sudah 1,5 tahun bekerja lagi di sana.
Tiba di Brunei pada tanggal 10 Juli 2022, salah satu hal pertama yang kami lakukan adalah daftar sekolah. Anak-anak ingin kembali ke sekolah lamanya, Chinese School yang terletak di Mukim Seria, sekitar 17km dari kediaman kami di Kuala Belait. Keinginan mereka kami kabulkan untuk mempermudah proses adaptasi mereka. Lagipula kami sudah kenal baik dengan sekolah, pengajar dan culturenya.
Saya sempat optimis anak-anak bisa masuk ke kelas yang sesuai dengan umur mereka, yaitu Year 4 Primary School dan Year 10 Secondary School. Namun, harapan itu pupus.
Setelah berdiskusi dengan Dean of Study Secondary School, Kakak memilih untuk mengulang Year 9. Dia ingin bersama dengan teman-teman seangkatannya dulu yang saat ini masih di Year 9.
Sementara Keenan harus menjalani tes dulu untuk menentukan kelas mana yang tepat baginya. Melihat hasil raport dari Indonesia (dan permohonan saya supaya Keenan langsung masuk Year 4), Head of Primary memberi soal-soal materi kelas 4. Kebetulan sekolah di Brunei baru selesai ujian tengah tahun ajaran sehingga kalau hasil tes Keenan bagus, nilai-nilai tes itu akan masuk sebagai nilai raport kelas 4-nya.
Sayangnya hasil tes Keenan menunjukkan bahwa dia sama sekali tidak memahami pelajaran Year 4 yang sudah berjalan 6 bulan. Sehingga Head of Primary memutuskan Keenan untuk mengulang Year 3. Memahami kekecewaan kami (karena anak harus 2x mengulang kelas), beliau menjelaskan bahwa ini untuk kebaikan si anak sendiri.
Mendampingi Anak yang Mengulang Kelas
Lalu apa tujuan tulisan ini? Sudah 500-an kata isinya curhat doang? Iya, dong. Gapapa, ya. Namanya juga personal blog, boleh lah sekali-kali bikin blogpost isinya curhat hehehe.
Enggak, ding. Saya menulis ini untuk membantu orang tua yang khawatir ketika anaknya harus mengulang kelas di sekolah baru saat pindah ke negara lain.
Wajar, ya, karena mengulang kelas berarti 1 tahun ajaran terbuang begitu saja. Bisa-bisa si anak menyelesaikan pendidikannya di usia yang lebih tua daripada kebanyakan teman seangkatannya. Ini bisa menjadi masalah juga bagi mental anak.
Untuk menghindari hal ini solusinya adalah memasukkan anak ke sekolah internasional. Sekolah internasional biasanya memiliki tahun ajaran yang sama di sebagian besar negara.
Bahasa pengantar biasanya bahasa Inggris. Sedangkan kurikulum ya selain mengadaptasi kurikulum negara setempat juga ada yang standar internasional. Ini akan sangat membantu anak dalam beradaptasi di sekolah baru dan enggak perlu mengulang kelas.
Hanya saja bagi sebagian orang tua termasuk saya biaya pendidikannya enggak ramah di kantong hahaha.
Homeschooling juga bisa menjadi pilihan karena anak bisa belajar materi apa saja sesuai dengan minat mereka. Enggak harus beradaptasi lagi sebab belajarnya di rumah aja bersama orang tua.
Namun, enggak semua negara memberikan opsi homeschooling. Seperti Brunei yang mewajibkan semua anak usia sekolah untuk belajar di institusi pendidikan yang diakui oleh negara.
Tentu enggak semua anak harus mengulang kelas saat pindah ke negara lain. Banyak kok yang bisa langsung melanjutkan ke jenjang berikutnya. Nah, untuk para orang tua yang anaknya terpaksa mengulang kelas di sekolah baru, ini hal yang bisa kita lakukan.
Menerima Keadaan
Ya, memang sulit menerima kenyataan bahwa anak tidak bisa lanjut ke kelas berikutnya malah harus kembali belajar lagi di kelas tertentu. Namun kalau enggak ada opsi lain ya kudu diterima dengan lapang dada.
Sebisa mungkin kita enggak menunjukkan kekecewaan ini kepada anak. Agar anak enggak merasa bahwa mengulang kelas ini karena kegagalan dia. Jangan sampai anak menganggap sia-sia telah belajar selama setahun kemarin.
Pahami Bahwa Ini Adalah Untuk Kebaikan Anak
Mengulang kelas bukan hal yang buruk terutama jika anak pindah ke lingkungan yang benar-benar baru. Apalagi jika mereka masuk ke sekolah di tengah tahun ajaran seperti anak-anak saya.
Salah satu alasan yang diutarakan oleh Head of Primary School-nya Keenan, anak lebih baik mengulang kelas dan mempelajari lagi hal yang sudah mereka ketahui. Ini akan mempermudah proses adaptasi.
Anak juga akan lebih percaya diri karena merasa satu level dengan teman-teman sekelasnya. Kalau mereka mengikuti kelas di atasnya yang sudah berjalan setengah tahun, kebayang kan betapa sulitnya mereka memahami materi.
Ini terjadi pada Kakak. Sampai selesai kelas 9 di Indonesia, dia hanya mempelajari materi umum sekolah menengah. Sedangkan Year 9 Secondary School di Brunei sudah masuk penjurusan. Karena dia masuk kelas Science, ada mata pelajaran Chemistry yang belum ia pelajari di kelas 9 sebelumnya.
Masuk di tengah tahun ajaran, tentu membuatnya tertinggal materi di awal tahun ajaran. Sehingga Kakak merasa kesulitan menguasai pelajaran Kimia ini. “I don’t have the basic,” keluhnya.
Inilah yang menyebabkan saya paham kenapa sekolah-sekolah di Indonesia menyarankan supaya anak-anak masuk di tahun ajaran baru saja. Materi pelajaran di sekolah kan diberikan secara bertahap, dari materi dasar atau pengenalan menjadi semakin sulit. Beberapa anak bisa mengalami kesulitan ketika tidak belajar materi dasar dulu.
Beri Dukungan untuk Anak
Setelah dapat menerima keadaan, kita beri pengertian kepada anak bahwa mengulang kelas adalah opsi yang terbaik untuk mereka. Awalnya Keenan bersikeras supaya dia masuk Year 4 karena teman-temannya di Year 1 dulu sekarang ada di sana.
Setelah mengerjakan tes dan merasa bahwa soal-soalnya sulit, dia setuju untuk belajar di Year 3. Alhamdulillah keputusan ini membuatnya lebih enjoy mengikuti pelajaran di sekolah, kecuali Matematika yang menurut dia sulit sekali. Padahal materinya mirip dengan yang sudah dia kuasai dengan baik saat di Indonesia.
Dengan bantuan guru serta kelas-kelas tambahan yang diberikan sekolah, Keenan berhasil memahami materi pelajaran di sekolah. Dia juga enggak minder meski jadi “adik kelas” teman-teman seangkatannya dulu. Bahkan dalam 1 bulan saja sudah punya teman baik di kelas barunya.
Intinya postingan curhat ini adalah, mengulang kelas di sekolah baru di luar negeri atau saat kembali dari luar negeri bukan hal yang buruk. Perasaan cemas atau kecewa yang kita alami sebagai orang tua adalah wajar dan valid. Namun, kita juga perlu ingat bahwa sekolah itu tentang anak.
Beradaptasi di lingkungan baru saja sudah sulit bagi sebagian anak. Jadi jangan bebani lagi dengan memaksakan mereka untuk memasuki jenjang pendidikan yang tidak sesuai dengan kemampuannya.
“Ah, anak itu cepat kok adaptasinya. Mereka pasti mudah belajar hal baru.” Ya, betul. Ada sebagian yang seperti itu tapi ada juga yang tidak. Dan adaptasi di sekolah bukan hanya soal pelajaran. Mereka juga harus mengenal teman baru, guru baru, kebiasaan baru di sekolah dan masih banyak lagi. Sementara mereka juga masih berusaha untuk move on dari lingkungan dan teman-teman lamanya.
Maka itu sebelum memutuskan untuk mengulang kelas atau menunggu sampai tahun ajaran berikutnya atau berusaha supaya anak masuk jenjang yang lebih tinggi, kenali dulu kepribadian, emosi dan kemampuan anak. Konsultasikan dengan pihak sekolah dan psikolog anak jika perlu. Supaya keputusan yang diambil benar-benar demi kebaikan dan kenyamanan anak.
alfakurnia
Lifestyle blogger yang suka berbagi tentang review produk, kisah sehari-hari, pengalaman parenting dan banyak lagi. Juga suka menulis resensi buku dan produk skincare di blog alfakurnia.com
One thought on “Ketika Anak Mengulang Kelas di Sekolah Baru di Luar Negeri”
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan
Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.
Pindah-pindah domisili gini memang ada konsekuensi mengulang kelas ya mbak. Alhamdulillah anak-anak paham dan mau saat harus mengulang. Lebih baik gini daripada dipaksakan malah kitanya yg kelabakan.
Btw, aku kok jadi penasaran sekolah SPP internasional di Sidoarjo tapi praktiknya masih kurang.