“You’re a good mum. I can see that you’re a good mum.”
Sederhana ya kalimatnya. Tapi waktu itu, ketika mendengar guru kelas Keenan di Brunei dulu mengucapkan kalimat tersebut, hati saya hangat. Sungguh, apresiasi sederhana seperti itu sangat berarti bagi saya.
Sayangnya, sebagai ibu, saya justru jarang mendengar apresiasi seperti itu dari sesama ibu-ibu. Entah kenapa, instead of supporting and appreciate each other, mothers tend to compete with each other.
Kayanya selalu aja ada yang salah di mata seorang ibu saat melihat ibu yang lain.
“Eh, kok kamu nggak ASI Eksklusif sih. Nggak sayang ya sama anak sampai dikasih susu sapi. Emangnya dia anak sapi!”
“Hah. MPASInya kok bikin sendiri sih? Yakin bergizi? Ati-ati lho, salah bikin menu bisa bikin anak stunting.”
“Ya ampun, anak itu jangan digendong terus. Nanti bau tangan. Bisa manja!”
“Lahiran caesar? Duh, berarti kamu belum jadi ibu yang sesungguhnya kalau belum merasakan sakitnya lahiran normal.”
“Astaga. Kok anaknya dibiarin main pasir sih. Kan kotor. Jorok!”
“Sekolah anaknya kok di situ sih. Kan nggak bagus. Lagian hari gini tuh bagusnya homeschooling.”
“Kamu kerja? Trus anak-anak di rumah sama siapa? Emang nggak kasian ya ninggalin anak sama orang lain gitu. Emang gaji suami gak cukup sampai kamu harus kerja. Tugas utama ibu itu di rumah jaga anak-anak. Bukan keluyuran di luar rumah.”
“Ooo ibu rumah tangga? Nggak sayang apa ijazahnya nggak dipakai? Jadi perempuan itu harus mandiri, bisa punya uang sendiri. Biar kalau suami kenapa-kenapa tuh nggak bingung.”
Familiar?
Yah begitulah kejamnya dunia ibu-ibu. Penuh dengan penghakiman. Sehingga nggak jarang ibu-ibu berusaha melakukan sesuatu bukan karena dia tahu itu yang terbaik untuk dirinya, anaknya dan keluarganya. Tapi sekadar untuk memenuhi standar penilaian orang lain. Yang bahkan nggak tahu apa-apa tentang keluarga kita.
Gemas ya?
Jadi ibu-ibu. Please understand that you’re enough. Do what’s best for your children, your family and yourself.
Perempuan yang mentalnya sehat dan bahagia itu harusnya saling mendukung dan mendukung satu sama lain. Kalau ketemu ibu-ibu yang suka julid anggap aja hidupnya nggak bahagia. Abaikan atau tenggelamkan sekalian hahaha.
Catatan ini saya temukan di aplikasi Notes ponsel saya. Ditulis 2 tahun lalu, tepatnya pada bulan November 2018. Saya lupa sih apa yang menyebabkan gurunya Keenan berkomentar seperti yang tertulis di alinea pertama tulisan ini. Tapi melihat tanggalnya, kemungkinan besar itu adalah saat Parents Meeting, ambil rapor kelulusan Keenan dari Kindergarten.
Banyak catatan yang saya dapat soal perkembangan Keenan. Guru-guru di sekolah tahu soal Keenan dan low attention disordernya juga soal perkembangan wicaranya. Serta gimana kami nggak kunjung dapat jatah terapi sehingga harus menyekolahkan Keenan di usia dini sebagai salah satu bentuk terapi.
Tapi alhamdulillah, berkat dukungan para guru di CCMS dulu perkembangan bicara Keenan sangat pesat. Hanya masalah atensi dan kemampuan motorik halusnya yang harus terus diperbaiki sampai sekarang.
Di masa pandemi ini, mungkin nggak sedikit para ibu yang merasa dirinya not good enough mom. Kelelahan dan kebingungan mendampingi anak-anak SFH masih ditambah dengan stres karena kondisi pandemi yang nggak membaik juga. Belum lagi harus ikut membantu supaya perekonomian keluarga tetap stabil di tengah situasi yang serba tak pasti. Yang pada akhirnya membuat kita mengorbankan banyak hal.
Anak-anak diberi waktu lebih banyak dengan gawainya. Dibiarkan makan-makanan olahan beku yang tinggal digoreng karena seharian sibuk memastikan mereka mengikuti kelas daring dan mengerjakan tugas. Kerapian rumah tak lagi menjadi prioritas. Itu pun sering kali tak sadar melampiaskan emosi ke anak-anak. Dan di akhir hari yang ada hanyalah harapan dan penyesalan kenapa kita begini, harusnya bisa seperti itu. Lalu muncul perasaan bersalah. I’m not a good mom.
But you are. We are. Kita bisa bertahan sehat waras di tengah pandemi saja sudah bagus. Alhamdulillah. Kalau anak-anak tetap bisa berprestasi dengan nilai-nilai ujian sempurna itu bagus. Kalau enggak ya nggak papa. At least we try.
Kalau anak-anak tetap lahap makan-makanan bergizi sesuai dengan piramida makanan ya hebat. Alhamdulillah. Kalau enggak ya kamu nggak berdosa. Setidaknya mereka masih mau makan.
Begitulah. Mungkin buat sebagian ibu, dua paragraf di atas adalah pembenaran dari kemalasan atau ketidakbecusan seorang istri dan ibu. Tapi buat kalian dan saya yang sudah berusaha melakukan yang terbaik apapun hasilnya, kamu hebat! Tolong berikan tepukan di pundak kalian. Anggap itu pelukan dari saya.
Terima kasih sudah berusaha. Terima kasih sudah menyediakan makanan untuk anak-anak di meja. Terima kasih sudah mendampingi mereka belajar di rumah. Terima kasih sudah menemani mereka bermain, berbicara, bernyanyi dan membacakan buku di sela-sela kesibukanmu. Terima kasih. You’re a good mom.
alfakurnia
Lifestyle blogger yang suka berbagi tentang review produk, kisah sehari-hari, pengalaman parenting dan banyak lagi. Juga suka menulis resensi buku dan produk skincare di blog alfakurnia.com
18 thoughts on “You’re A Good Mum”
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan
Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.
kakak.. walaupun kita belum ketemu secara langsung tapi mengapa aku merasa begitu dekat ya dengan kakak.. apalagi kakak punya pribadi yang hangat dan ibu yang selalu memberikan contoh contoh kebaikan untuk anak anak dirumah.. yess you are a good mom.. sehat selalu ya ka
Sering ketika menyusui bayi, saya minta maaf ke dia karena merasa belum bisa menjadi ibu yang baik. Ntah dari segi perlakuan, fasilitas, bahkan asupan makanan saya sebagai sumber ASI. Ketika berbagi ke suami, alhamdulillah nya beliau suportif dan menenangkan. Karena kalau dipikir sendiri, suka stres 🙁
Yeah we are human, pada akhirnya. Kadang hati ini baik-baik saja, kadang juga sumpek. Yang sadar ga sadar ngaruhnya ke anak. Huhu, sedih.
Anyway, harus selalu berusaha untuk menanamkan pikiran positif. We are a good mom, karena…..ibu mana sih yang gak ingin memberikan terbaik untuk anaknya? 🙂
Terima kasih untuk tulisannya kak ^^
Bener kak, banyak ibu2 kejam diluar sana yang komen tentang ibu lan.Padahal kita nggak tau loh kondisi keluarga orang lain… dan kita juga gak bisa jadi solusi kan huhuhu
aku sendiri dah lama berhenti dengerin omongan org lain yang gak penting , bisa2 bikin down aja
juga nyoba berdamai dengan diri sendiri.senyamannya aja, klo lg byk ngajarin anak pjj, cucian byk,kerjaan numpuk..ya beli lauk mateng aja —cthnya hehe
Teringat ketika masa anak masih menyusu. Asi tidak maksimal, sufor pun tersendat karena kendala keuangan. Sedih banget pokoknya. Eh sekarang anak sudah lewat balita, makan nya juga masih pilih pilih. Suka sedih saya tuh. Tapi mau gimana lagi. Kondisi kami memang begini adanya…
O my god kak, aku blm menjadi ibu tapi aku lihat banyak bgt para ibu yg terkena jugment mental yg berakibat akan perkembangan anak yg blm maju krn si ibu tertekN dgn lingkungan sekitar
Penghakiman dunia ibu-ibu seperti itu ya mbak… Yang single pun juga sama haha, kan IPK nya bagus kok kerja di sana, kapan mau dapat gaji gede… Jadi kapan nikah? Calonnya siapa… Haddeh, jadilah dinikmati dengan #SemangatCiee 😁
Mbakku, aku salfok sama ilustrasi netflix, itu judul salah satu film netflix kah? Kalo iya aku mau nonton, asli kesel deh itu sama yang komen ajaaaaa kerjanya, apalagi yang komen sesama buibu duh, plis deh, setiap orang kan hidupnya beda-beda
Apresisi pada diri sendiri karena sudah berjuang dengan caranya masing-masing ya mbak.
Karena setiap ibu punya “battle-nya” sendiri. Dan support sesama ibu itu sangat penting. Walu hanya setitik.
Kebayang deh di masa seperti ini itu banyak sekali cobaannya. Dan hampir sebagian besar ibu mengalaminya. So, kita harus bergandengan tangan untuk lakukan yang terbaik versi diri kita masing-masing.
aku mengalami momemn dimana ibu yang melahirkan caesar gak lebih baik dari yang lahiran normal, anak yang minum ASI jauh lebih baik dibanding minum sufor (usia 7 bulan ke atas), wah gila sih ini mom war nya hahhah oh sama satu lagi ibu yang bekerja di cap gak peduli sama anaknya sendiri, egoislah hahahha crazyy abis
Masih suka merasa khawatir mengapresiasi diri sendiri sih, kayak khawatir jadi ge-er sendiri gitu. Padahal sih kalau kadarnya tepat, bisa membantu buat kita lebih happy dan karenanya bisa menjalani hari demi hari dengan langkah yang lebih ringan, ya.
Duh, aku sering denger nih kak, pada julid sesama ibu-ibu. Kalo bahasa sekarang sih menghina untuk meroket, hehehehe. Menghina orang lain biar dirinya dikata superior. Alhamdulillah disini gaada ibu-ibu toxic, malah supportif banget.
Aku berasa menerima pujian ini #GR
Yaaa begitulah 24 jam sehari kyknya gak cukup ya buat emak2, apalagi masa kyk gini ketika kudu nambah peran jd guru jg haha
Ujian kesabaran pokoknya, semagaaaatt!
Bt aku ngepoin CCMS eh tibake itu sekolah di Brunei yaaa 😀
Jadi ibu nih emang kudu kuat mental juga ya, gila sih kalo nanggepin hal-hal begitu, yg ada kita makin gak perform, huuuhuu… alhamdulillah, lingkunganku tumbuh jadi ibu, sehat. Jadi minim dengan mom shamming begitu 🙂
Capek banget ya hidup tuh kalo ngurusin toxic people atau haters.. jadi diri sendiri aja dan lakukan yg terbaik.. biar Allah aja yg nilai.. manusia ga usah sok tau.. huft.. you are a good mom, i know it mba Alfa.. Semangat!
Masya Allah tabarakallah. Suka dengan tulisan Ini. Semakin menguatkan bahwa setiap ibu itu adalah ibu terbaik bagi anak-anaknya dan yah sesama ibu sebaiknya memang bergandeng tangan, bukan berperangan hehe.
Yaampun ka tulisannya bener” bisa jd selfreminder banget. Bisa saling menguatkan sesama para ibu” diluaran sana biar saling kuat ya
you are a good Mom, harusnya tiap Ibu saling menguatkan ya Mbak, tentunya berkata itu dengan tulus dan ikhlas.
yakin deh, seperti yang Mbak rasakan, akan jadi hangat dan semakin kuat kita ini jika saling menyemangati seperti itu ya 🙂
Thank you so much for your sharing, Mbak. Bikin hati anget banget. Makasih banget ya. Menyadarkan banget kalo ya we’re good moms for our own kids ❤️