Hari Sabtu kemarin, saya dan pak suami menghadiri acara Parents’ Day di sekolahnya Cinta. Yah, semacam pembagian report card tengah semester gitu lah. Aneh juga sih, bagi-bagi raportnya justru setelah liburan sekolah bukan sebelumnya seperti yang biasa di Indonesia. Tapi setelah dipikir-pikir agenda ujian dan libur sekolah kan sudah ditetapkan sama pemerintah dalam kalender nasional Brunei, di mana semua sekolah ya masa ujian dan liburnya barengan, nah padahal belum tentu sekolah itu sudah selesai bikin laporan hasil kegiatan belajar mengajar muridnya. Jadi akhirnya gitu deh, libur dulu baru terima raport sotoy.

Jujur aja saya agak deg-degan akan penilaian gurunya terhadap Cinta, secara bulan pertama dan kedua kami (Cinta, kami orangtuanya dan gurunya) mengalami masa-masa penyesuaian yang cukup berat.

Yah nggak heran, banyak sekali hal baru yang harus dihadapi Cinta saat itu. Dari gaya mengajar guru yang jauh berbeda dengan guru-guru sekolah lamanya di Indonesia yang lembut penuh kasih dan telaten. Guru di sini lebih tegas, disiplin dan nggak jarang menggunakan nada tinggi saat menegur anak-anak. Sampai harus belajar berkomunikasi dengan bahasa Melayu, Cina dan Inggris.

Saking beratnya proses adaptasi itu, Cinta pun berontak. Mulai dari susah bangun pagi, gampang marah dan bersikap agresif di kelas dan di rumah, nilai spelling test yang dapat 20 sampai tantrum setiap mau berangkat sekolah.

Sampai suatu pagi ketika tantrum di mobil, saya diamkan sambil terus nyetir. Setelah tangisnya reda kami mampir ke toko roti langganan untuk beli bekal dan sambil menunggu dia makan, saya ajak dia ngobrol di mobil.

Saya bilang, “Kak, Mama tahu kakak lebih suka di rumah karena bisa nonton tivi dan main iPad seharian kan?” yang disambut dengan anggukan dan mulut penuh roti. “Iya, Mama juga suka di rumah main sama Cinta. Tapi, kakak tahu kan kalau kakak ini anak pintar? Mama tahu. Kakak suka belajar, ya kan? Belajar tentang serangga, tubuh manusia, belajar berhitung, menggambar, bikin prakarya. Nah, Mama merasa nggak bisa ngajarin Cinta sendirian. Jadi mama butuh bantuan guru-guru di sekolah yang lebih ngerti untuk anak seumur  Cinta ini sebaiknya belajar apa, supaya kepintarannya kakak bisa berkembang. Mungkin berat ya buat kakak belajar di sekolah, sampai kakak selalu marah-marah. Mama tahu Cinta capek. Tapi kan ada Mama sama Papa yang selalu bantu Cinta kalau ada yang susah. Don’t worry.

Nggak tahu deh waktu itu Cinta mengerti atau tidak, atau menurut para ahli ilmu parenting itu benar atau tidak tapi jujur aja waktu itu saya sudah nyaris putus asa karena setiap hari menghadapi tantrumnya Cinta. Dan itulah satu-satunya cara yang terpikir. Tak disangka, jawaban Cinta saat itu, “I’m a smart girl ya Ma? Smart girl goes to school , ya? Oke, now let’s go to school.” adalah titik balik dari “pemberontakan”nya.

Tentu nggak lantas semuanya jadi mudah. Sempat beberapa kali saya konsultasi online ke beberapa psikolog anak termasuk pak Toge Apriliyanto dan mbak Anna Surti Nina via twitter seperti yang saya tulis di sini. Terpikir juga untuk pindah sekolah yang bukan chinese school dengan harapan lebih sesuai dengan kepribadian Cinta. Tapi setelah diskusi panjang dengan suami, kami memutuskan untuk bersabar dulu, saling mendukung dan membantu Cinta melalui proses adaptasinya di Chung Ching Kindergarten.

Toh, di Brunei pindah sekolah bukan hal yang mudah karena selain sekolah lain jaraknya bisa 30 km dari rumah (yang sekarang aja sudah 20 km) juga harus mengurus student pass di imigrasi yang membutuhkan proses yang lama.

Akhirnya kami pun berusaha membuat berangkat sekolah menjadi hal yang menyenangkan, seperti memutar lagu-lagunya Sherina saat bangun pagi, mampir di pantai dekat kantor suami tiap pagi sekadar untuk melihat ombak, bunga, rumput dan menghirup udara segar. Atau ke toko-toko yang berbeda tiap pagi untuk  membeli snack atau roti. Kami juga belajar lebih sabar dan memahami kondisi Cinta karena memang cuma itu kuncinya, sabar.

Lama-lama tantrum pun berkurang, Cinta sudah lebih ceria di sekolah. Bu Guru yang tadinya curhat kalau Cinta (meski bisa tapi) nggak mau mengikuti instruksinya di kelas bilang kalau sekarang sudah jauh membaik. Sudah mampu dan mau bermain sama teman-teman, bahkan tiap pagi datang ke kelas selalu dikerubutin teman-temannya untuk diajak main. “But sometime she’s too playful, so time after time I had to separate her from Avvani or they will disturb the other kids,” said teacher. Cinta juga dipercaya jadi anggota group dance kelasnya untuk acara ultah sekolah Oktober/November nanti, “She’s good at singing, dancing and following the rythim.” kata gurunya di pembagian raport kemarin. Duh, terharu sekali dengernya.

Sekarang Cinta jadi lebih bersemangat belajar, meski belum bisa membaca tapi keinginannya untuk bisa membaca dan menulis besar sekali. Begitu pula berhitung, semua-mua maunya dihitung. Aaah, alhamdulillaah senang sekali rasanya. Akhirnya kerja keras kami mulai ada hasilnya. Cinta pun memberi kami bonus dengan meraih peringkat ketiga di kelasnya saat pembagian raport kemarin. Semua berkat pertolongan Allaah melalui usaha keras Cinta, kesabaran Teacher Yee membantu Cinta menyesuaikan diri di kelas dan tentu saja ketelatenan pak suami untuk  belajar bahasa Cina bersama Cinta.

Oya, ada satu hal yang saya suka dari buku raport Cinta. Di halaman belakangnya ada reminder  dari pihak sekolah yang berbunyi seperti ini:

This report shows the performance of your child in the activities at Chung Ching kindergarten. Evaluation and grading are done carefully, but in some way it mau not be fully valid or accurate. Parents shall not reprimand or punish the children based on the results given in this report as it may affect his/her interest and performance at school.

Each child is different and special. Your child has his/her own strenghts and weakness and therefore is incomparable with other children. During the Kindergarten years, your child undergoes rapid changes and development. Appreciate and praise your child if his/her skills are appropriate and in place; on the other hand assist and support your child if he/she is manifesting delayed skills. Giving too much pressure to your child to perform according to your high expectation may be sometimes counterproductive and retard his/her development.

Selamat hari Senin, bagaimana raport anak-anak kemarin? Sudah mengucapkan selamat dan terima kasih atas usaha keras mereka di sekolah kan?

Suka dengan artikel ini? Yuk bagikan :)

alfakurnia

Lifestyle blogger yang suka berbagi tentang review produk, kisah sehari-hari, pengalaman parenting dan banyak lagi. Juga suka menulis resensi buku dan produk skincare di blog alfakurnia.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top
error: Content is protected !!