“It’s must be hard for you too. It’s hard to be parents, right?” suara bernada rendah penuh rasa empati itu menghujam hati saya. Saya mengalihkan pandangan, menghindari tatapan lembut perempuan setengah baya itu. Bukan karena tersinggung, tapi untuk menyembunyikan air mata yang tiba-tiba menyeruak di pelupuk mata.
Kalau lokasi percakapan itu bukan di lobi sekolah anak sulung saya dengan suami saya yang berdiri tepat di sisi kanan saya, mungkin saya sudah benar-benar menangis sambil mencurahkan semua isi hati kepada beliau.
Baca Juga: You’re a Good Mum
Komunikasi Orang Tua dan Guru di Sekolah Anak Saya Saat Ini
Ini adalah pertemuan keempat saya dengan beliau yang menjabat sebagai Dean of Study sekolah, sejak si sulung menjadi siswa di sana 7 bulan yang lalu. Beliau tidak berubah, hangat, tegas, atentif, tidak menghakimi dan solutif.
Bahkan ketika si kakak memperoleh nilai yang jelek di penilaian akhir tahunnya November kemarin dan guru kelasnya mengomeli anak gadis itu di depan kami. Beliau menunjukkan sikap yang jauh berbeda.
Tidak ada ucapan, “Kamu tuh sudah mau O Level, nggak bisa kalau nilainya seperti ini,” atau “Makanya jangan main hp terus. Kalau di rumah itu belajar.”
Sapaan pertamanya ketika kami menghadap beliau dengan nilai rapor adalah, “Oh, (memanggil nama anak), what happened?” Ketika si kakak nggak bisa menjawab sepatah kata pun beliau nggak marah.
Yang beliau lakukan adalah memberi kami alternatif solusi lalu meminta waktu untuk berbicara berdua saja dengan anak. Setelah itu kami bertemu sekali lagi untuk membahas hal-hal yang dapat kami lakukan untuk membantu si kakak.
Selama libur sekolah pun beliau beberapa kali whatsapp saya menanyakan perkembangan dari hal-hal tersebut. Saat sekolah dimulai beliau juga sempat memberi tahu bahwa anak saya terpilih menjadi English News Reader dalam assembly sekolah suatu minggu. “Happy about that“, she said.
Dan pertemuan terakhir adalah saya ceritakan di awal artikel ini. Bagaimana beliau menanyakan kondisi si sulung dan bagaimana perkembangan studinya saat ini. Beliau juga memahami bahwa bukan hanya anak yang kesulitan dan harus berusaha tapi orang tua pun pasti merasa berat.
Bukan hanya di sekolah si sulung, Head of Primary di sekolah si bungsu pun sangat perhatian kepada siswanya. Terutama mereka yang memerlukan bantuan khusus. Nggak jarang beliau menyapa saya dan ngajak ngobrol soal perkembangan si bungsu jika kebetulan bertemu di sekolah.
Manfaat Komunikasi yang Baik antara Orang Tua dan Guru
Ini yang saya suka dari sekolah anak-anak saya saat ini. Semua komunikasi orang tua dan guru yang terjadi antara kami benar-benar untuk kepentingan anak.
Bagi saya komunikasi yang baik antara orang tua dan guru itu penting, karena guru lah yang tahu bagaimana perilaku anak di sekolah, kan. Dengan menjalin hubungan dan komunikasi yang sehat, orang tua dan guru bisa saling membantu untuk kebaikan anak.
Menurut penelitian ada komunikasi orang tua dan guru itu punya manfaat sebagai berikut:
Mendukung Pembelajaran Anak
Tujuan menjalin komunikasi dengan guru adalah untuk memastikan bahwa anak menerima dukungan dan bimbingan yang konsisten baik di rumah maupun di sekolah. Hal ini dapat berdampak positif pada pengembangan akademik dan pribadi anak-anak.
Membangun Hubungan Baik
Komunikasi tanpa judgement dapat membantu membangun hubungan yang kuat antara guru, orang tua dan siswa. Hal ini dapat membentuk kepercayaan dan kerjasama yang lebih baik. Sehingga lebih mudah bagi guru atau orang tua untuk mengatasi setiap masalah yang muncul.
Komunikasi Orang Tua dan Guru dapat Mengatasi Masalah
Dengan saling berkomunikasi, guru dapat memahami kekhawatiran atau masalah apapun yang disampaikan oleh orang tua. Begitu juga sebaliknya. Lalu dapat bekerja sama untuk mencari solusi yang terbaik bagi anak.
Berbagi Informasi
Guru dapat berbagi informasi penting tentang kemajuan anak, termasuk kekuatan dan bidang yang perlu ditingkatkan, dan memberikan saran bagaimana orang tua dapat mendukung pembelajaran mereka.
Mempromosikan Keterlibatan
Dulu saya tuh paling malas terlibat dengan urusan sekolah anak-anak. Yang penting anak diantar sekolah, nggak bolos dan (sepertinya) nggak bermasalah. Tapi ternyata nggak cukup dengan seperti itu. Saya sudah merasakan akibatnya. Kalau teman-teman ada yang seperti ini coba deh mulai peduli dengan pendidikan anak-anak dengan cara ngobrol dengan guru.
Dengan kita terlibat secukupnya (tidak berlebihan sampai mengintervensi aturan guru dan sekolah), biasanya akademik anak juga akan semakin baik.
Memberi Umpan Balik
Guru dapat memberi umpan balik kepada orang tua tentang perilaku anak, kebiasaan kerja mereka, serta bagaimana ketrampilan sosialnya. Selain itu guru pun bisa membantu orang tua mengindentifikasi area di mana kita dapat mendukung perkembangan anak.
Mendukung Kemitraan
Bukaaan, ini bukan soal bisnis. Kemitraan di sini maksudnya kedua belah pihak, yaitu guru dan orang tua memiliki tanggung jawab yang sama atas pendidikan dan kesejahteraan anak. Jadi bisa saling mendukung gitu, lho.
Intinya, komunikasi orang tua dan guru sangat penting untuk keberhasilan anak di sekolah. Dengan komunikasi yang baik kedua belah pihak bisa memastikan bahwa anak memperoleh dukungan dan bimbingan yang mereka perlukan untuk berkembang, baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Dengan komunikasi yang baik, adanya kepercayaan antara orang tua dan guru serta kesediaan untuk saling membantu, anak akan memiliki kebebasan untuk mengembangkan potensi dirinya dan mencapai keberhasilan dalam belajar.
Saya beruntung karena di setiap tahap pendidikan anak-anak di Brunei maupun Indonesia, saya bertemu dengan guru atau school supervisor yang bisa diajak berkomunikasi dengan baik. Bukan hanya soal nilai anak atau laporan kenakalan mereka tapi juga bagaimana perkembangan sosial mereka.
Apakah teman-teman punya cerita menarik soal komunikasi orang tua dengan guru? Share di komentar, ya.
alfakurnia
Lifestyle blogger yang suka berbagi tentang review produk, kisah sehari-hari, pengalaman parenting dan banyak lagi. Juga suka menulis resensi buku dan produk skincare di blog alfakurnia.com