Banyak orang bilang kalau anak bungsu lebih disayang oleh orang tua, lebih dimanja, lebih diperhatikan, dan akan selalu dianggap sebagai bayinya orang tua. Benar nggak sih?
Kira-kira 7 tahun yang lalu, saat Cinta masih umur 4 tahun dan masih menjadi satu-satunya anak saya (dan suami), budhe saya pernah berkomentar bahwa saya tuh kelihatan menikmati banget saat bersama Cinta. Beliau lantas membandingkan dengan kenalannya yang kelihatan lebih dekat dengan anak keduanya daripada anak pertamanya. Komentar tersebut langsung dijawab oleh mama saya, “Ya jelas, wong anaknya baru satu.”
Meskipun saat itu saya hanya menanggapi obrolan mereka dengan senyuman, dalam hati saya berkata bahwa berapapun anak saya nanti, kedekatan saya dengan Cinta nggak akan berubah. Gitu. Pede banget lah saya waktu itu merasa akan bisa bersikap sama dan membagi kasih sayang secara adil dan merata kepada semua anak saya. Padahal anaknya baru satu, isi galeri foto di hapenya 90% si anak satu-satunya itu, dan sebagian besar waktu dan uangnya dihabiskan untuk si kesayangan nomer satu.
Sampai negara api menyerang si adik hadir dalam perut saya dan si sulung beranjak semakin besar. Dan saya akhir-akhir ini merasa kok komentar budhe saya 7 tahun lalu itu ada benarnya ya. Saya sepertinya lebih dekat dan lebih banyak menghabiskan waktu bersama si bungsu daripada si kakak. Saya kelihatan lebih sayang kepada si adik daripada si kakak. Tapi apa iya?
Perbedaan Perlakuan Orang Tua Kepada Anak Bungsu.
Sebagai orang tua sih nggak pengen ya punya perasaan lebih sayang kepada salah satu anak. Karena saya tahu nggak enaknya merasa kurang disayang dibandingkan saudara-saudara saya. Bagi saya waktu itu adik saya sebagai anak bungsu lebih disayang oleh orang tua saya.
Sejak dulu saya tahu kalau adik bungsu saya adalah ‘gantilane ati’nya ayah tiri saya. Dan saya bisa memaklumi karena saat mama saya menikah dengan ayah tiri saya, adik bungsu saya ini masih kecil banget. Jadi mungkin bagi ayah tiri saya, si bungsu ini sudah seperti anaknya sendiri karena beliau yang mengurusi kami sejak kecil. Sedangkan si tengah yang satu-satunya lelaki di antara kami bertiga adalah kesayangan mama saya. There. And I’m nobody’s child. *self pukpuk* *ini nulisnya kok pake sedih ya hahaha*
Nah, setelah punya anak, saya berusaha untuk nggak pilih kasih. I do love both of my kids equally. Nggak ada deh ceritanya anak bungsu lebih disayang oleh orang tua, khususnya saya sebagai ibu. Tapi ternyata kok nggak segampang itu bersikap secara adil kepada lebih dari satu anak.
Coba, kepada darah daging sendiri aja rasanya susah bersikap adil. Gimana dengan para pelaku poligami. Apa iya bisa adil dengan lebih dari satu istri? Apa iya hatinya nggak akan pernah condong ke salah satu istri? Karena itulah poligami yang syarat utamanya harus bisa adil itu sebenarnya berat dijalani. Eh, kok jadi salah fokus?
Oke, kembali ke anak. Setelah punya anak dua, saya memang merasakan beberapa hal yang berbeda dalam perlakuan terhadap si bungsu ke kakaknya saat ini. Dan menurut penelitian yang dirilis oleh Telegraph.co.uk, orang tua memang cenderung memihak kepada si bungsu saat bertengkar dengan saudaranya, memberikan perhatian lebih kepada mereka, lebih santai dan lebih banyak meluangkan waktu untuk beraktivitas bersama dengan si bungsu. Intinya meskipun berat diakui, memang ada kecenderungan anak bungsu lebih dekat dengan orang tua.
Tapi, tidak otomatis berarti anak bungsu lebih disayang oleh orang tua.
Bagi saya pribadi, ada beberapa perbedaan yang saya lakukan kepada kakak dan adik saat ini. Dan mungkin juga hal ini dilakukan oleh orang tua yang lain. Namun alasannya bukan sekadar karena saya lebih sayang pada si bungsu. Ada faktor-faktor lain yang menjadi penyebabnya. Seperti:
Lebih royal kepada si bungsu.
Sebenarnya ini sebagai bentuk kompensasi karena Keenan sejak baru berusia 2 minggu selalu saya bawa kemana-mana. Maklum, saat Keenan lahir kami sudah di rantau dan nggak ada yang membantu menjaga dia di rumah. Sementara sebagian besar aktivitas saya di luar rumah adalah untuk mengantar jemput kakak dengan berbagai kegiatan sekolah dan ekstra kurikuler.
Semakin banyak aktivitas kakak, semakin sering Keenan harus mengorbankan waktu santainya di rumah untuk mengikuti saya kemana-mana. Setelah dia bisa protes seperti sekarang, nggak jarang dia menangis karena capek sepulang sekolah dan ingin tinggal di rumah untuk bermain, sementara kami harus pergi lagi mengantar kakak Sekolah Ugama atau aktivitas lain. Akhirnya ya untuk menghibur hatinya saya belikan dia es krim lah, kue lah, buku lah atau apa saja. Iya, saya tahu ini nggak baik, but I just can’t help.
Faktor lain adalah karena saya merasa kakak Cinta waktu balitanya lebih beruntung daripada Keenan. Waktu kakak lahir aja yang nungguin di rumah sakit ada 5 orang. Dia juga lahir dan tumbuh di tengah-tengah kehangatan kasih sayang keluarga besar. Kakak dilimpahi banyak sekali kasih sayang dan hadiah dari orang banyak.
Sedangkan Keenan hanya punya kami bertiga. Itupun dia harus berbagi waktu dan kasih sayang saya dengan kakaknya, papanya dan pekerjaan rumah. So yeah¸I feel like I have to overcompensate. Namun, bukan berarti karena Keenan anak bungsu lebih disayang oleh orang tua sih.
Lebih sering memeluk, mencium dan memangku adik.
Ya, itu karena Keenan masih dalam masa suka dipeluk dan memeluk. Dia juga masih cukup besar untuk duduk di pangkuan saya. Sementara si kakak sudah jarang mau dipeluk apalagi dicium. Padahal dulu waktu kakak masih seumur Keenan ya sama aja, we hugged and cuddled all the time.
Lagipula karena kami nggak berencana untuk punya anak lagi, Keenan akhirnya menjadi bayi terakhir saya. Dan bayi itu paling menyenangkan untuk dipeluk dan dicium kan ya? Sementara kakak sudah nggak terlalu suka dipeluk atau dicium, walau ada saat dia lagi manja, lagi pengen dimanja. Ingin berduaan dengan dirimu, Sayang (yousingyoulose).
Namun, bukan karena dia anak bungsu lebih disayang oleh orang tua yang membuat saya lebih sering memeluk dan mencium Keenan. Just simply because, mumpung Keenan masih mau digemes-gemesin, dipangku, disayang-sayang dan dipeluk-peluk ya saya nikmati semaksimal mungkin momen ini.
Lebih menikmati waktu berdua si bungsu.
Saya dan Keenan lumayan sering berduaan aja. Mulai dari nongkrong makan es krim, ke playground, ke supermarket atau sekadar leyeh leyeh ngobrol dan baca buku di rumah. Tapi bukan berarti lantas saya mengucilkan kakak lho.
Sebagian besar aktivitas berduaan itu kami lakukan saat si kakak beraktivitas di sekolah. Biasanya kalau lagi malas bolak-balik pulang pergi sekolah – rumah atau tempat les – rumah, saya ajak aja Keenan keliling di dekat sekolah kakak.
Walaupun nggak jarang saya stress saat bawa Keenan keluar rumah karena selalu ada aja yang bikin dia tantrum, saya berusaha menikmatinya. Karena waktu ini akan segera berlalu. Sebentar lagi anak-anak mungkin nggak akan lagi mau nongkrong bareng mamanya sekadar makan froyo atau jajan burger. Mungkin mereka akan lebih memilih tinggal di rumah nonton tv atau bermain dengan temannya (yang sudah mulai terjadi dengan kakak) daripada nemenin mama jalan sore di taman.
Sebelum tidur saya juga selalu membacakan buku untuk Keenan dan meluangkan waktu lebih banyak dengannya. Alasannya ya karena Keenan belum bisa baca, sementara kami sedang berusaha menstimulasinya untuk belajar baca karena tahun depan dia sudah masuk SD.
Sedangkan kakak sudah tidur di kamarnya sendiri dan bacaannya bukan lagi buku anak dengan dua tiga kalimat sederhana. Agak jontor juga kan bibir mama kalau harus bacain Harry Potter misalnya. Tapi ya saya masih suka kok nemenin kakak baca buku di kamarnya. Kadang juga kalau ada buku yang menarik dibaca berdua ya saya masih membacakannya untuk dia. Kakak juga masih suka ngikut dengerin saya baca cerita untuk Keenan.
Jadi kalau saya nampak lebih sering berdua dengan Keenan bukan lantas karena anak bungsu lebih disayang oleh orang tua ya. Keadaan aja yang membuatnya begitu.
Lebih santai saat mengasuh si bungsu.
Saat baru punya anak satu, saya dulu nggak punya ilmu parenting atau kesehatan anak yang cukup. Semua serba cemas. Semua bikin bingung. Cinta kolik saya panik, Cinta nggak mau makan saya kelabakan, Cinta tantrum saya ikut ngamuk. Apalagi dengan baby blues yang berkepanjangan, bagi saya mengasuh si sulung itu penuh dengan tantangan, stres dan cobaan.
But alhamdulillah, thanks to my first born and my first parenting teacher, ketika punya Keenan saya sudah lebih tenang. Saya tahu bahwa semua fase yang tadinya bikin saya bingung itu pasti akan berlalu dengan penanganan yang tepat.
Saya juga sudah nggak lagi merasa perlu bersaing dengan ibu-ibu lain dalam ASI, homemade food atau milestone anak. Dengan si bungsu, saya tahu bahwa anak punya pacenya sendiri dalam mencapai keahlian tertentu.
Jadi, ketika anak tetangga sebelah sudah bisa lari di usia 9 bulan, saya santai aja menikmati langkah pertama si bungsu. Saat sepupunya sudah bisa bernyanyi lagu nasional, saya cukup bahagia mendengar adik bernyanyi lagu anak sederhana. Selama semua perkembangannya masih dinyatakan normal oleh dokter dan bidan yang rutin memeriksanya setiap 6 bulan, I’m good. I’m content. Itulah kenapa saya bisa lebih santai saat membesarkan si bungsu.
Dengan adik, saya juga nggak lagi terlalu memberikan banyak aturan. Beda dengan si kakak. Karena saya menganggap kakak sudah lebih besar, saya punya target apa-apa saja yang seharusnya sudah bisa dia pahami dan lakukan pada usianya.
Hal ini membuat saya keliatan lebih tegas dan disiplin kepada kakak daripada adik. Padahal ya karena si adik lebih kecil, masih belum perlu tegas dalam menerapkan peraturan. Dulu waktu kakak masih seumuran adik juga saya melakukan hal yang sama kok.
Lagipula, meski saya lebih santai kepada adik, kakak seolah menjadi pengganti saya untuk lebih tegas dan galak kepada adiknya. Mungkin pikirnya, “Eh, gue disuruh begini begitu kok enak banget adik gue dibiarin aja sama nyokap.” Pada gitu juga nggak sih?
Galeri kamera kebanyakan berisi foto si bungsu.
Well ya, dengan kakak yang menghabiskan sebagian besar waktunya di sekolah, tentu cuma si adik yang bisa dijadikan obyek foto kan. Apalagi semakin besar si kakak, semakin malas dia berada di depan kamera. Lagipula, pernah ada masanya juga timeline media sosial saya dipenuhi foto-foto si kakak. Bahkan album foto di akun FB saya 90% adalah foto-foto kakak sementara si adik hanya punya beberapa foto di sana.
Lebih perhatian kepada si bungsu
Posisi sebagai seorang adik biasanya kurang menguntungkan kalau punya kakak yang lebih segalanya. Biasanya bagi sebagian besar keluarga, kakak adalah kebanggaan. Sehingga adik biasanya terinspirasi untuk bisa seperti kakak dan selalu mengikuti si kakak kemana-mana bahkan mencoba untuk berteman dengan teman-teman kakaknya juga.
Sayangnya, sekuat apapun dia mencoba, kadang nggak selalu berhasil menyamai keberhasilan kakak. Karena itulah, saya selalu berusaha lebih keras untuk mendukungnya, memberikan semangat dan membantunya meningkatkan kepercayaan diri. Hal ini kadang disalahartikan sebagai pilih kasihnya orang tua. Padahal, mungkin hanya karena orang tua terlalu fokus pada yang anak yang lebih kecil dan merasa si kakak sudah lebih bisa dan lebih mandiri sehingga nggak terlalu perlu perhatian lebih.
Begitulah. Meski faktanya anak bungsu cenderung lebih dekat dengan orang tua, bukan berarti anak bungsu lebih disayang oleh orang tua. Menurut penelitian yang ditulis oleh Telegraph.co.uk, dari 1803 responden, hanya 23% yang mau mengakui bahwa mereka memiliki anak kesayangan dalam keluarga, dan 54% dari 23% tersebut mengakui bahwa anak bungsu adalah favorit mereka.
Orang tua justru merasa memiliki lebih dekat dan memiliki banyak kesamaan serta lebih mudah berkomunikasi dengan anak sulung atau anak yang lebih besar. 60% responden juga mengatakan bahwa mereka suka membicarakan tentang anak sulung mereka dan prestasi-prestasi yang diraihnya.
Namun, apapun posisi anak dalam keluarga, yang paling penting adalah mereka dicintai sepenuh hati, diperhatikan, dipenuhi kebutuhan fisik dan emosionalnya serta diperlakukan sebagai individu yang mungkin memiliki kebutuhan yang berbeda dari saudara-saudaranya. Lagipula, sebagian besar responden mengakui bahwa ada kemungkinan mereka menyukai salah satu anak lebih daripada saudaranya, namun itu karena orang tua merasa bahwa they can get along better with them, bukan karena rasa cinta yang berbeda atau lebih besar.
Kalau menurut pendapat dan pengalaman teman-teman gimana? Benar nggak anak bungsu lebih disayang oleh orang tua?
alfakurnia
Lifestyle blogger yang suka berbagi tentang review produk, kisah sehari-hari, pengalaman parenting dan banyak lagi. Juga suka menulis resensi buku dan produk skincare di blog alfakurnia.com
12 thoughts on “Anak Bungsu Lebih Disayang Oleh Orang Tua, Benarkah?”
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan
Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.
Tes komentar
Aku sih baru punya 1 anak, tapi nanti kalau ada adiknya lagi, aku sebisa mungkin tidak akan pilih kasih dan tetap mengistimewakan mereka semua Mba 🙂 Soalnya sudah tahu gimana cemburunya anak kalau orang tua lebih mengistimewakan salah satunya.
Wah, bener kali ya kerasa lebih disayang karena posisinya si kecil masih unyu2 buat dipelukin dan digendongin. Sedangkan kalau kakaknya kan udah besar ga mungkin diperlakukan sama hahahah.
Semoga nanti kalau punya anak bisa sayang sama semuanya hihi walau berat.
Mbak Alfa ibu yang hebaaat untuk cinta dan adeknyaa.
Alhamdulillah ibuku sayang pada semua anaknya deh Mba ehhehe
aku kebetulan belum ada anak, jadi melihat dari sisi ibuku
yang penting ibu sayang sepenuh hati ya mba, nggak peduli bungsu atau sulung
yang paling kecil biasanya yang paling butuh dilindungi sih.
Dulu waktu adikku lahir jarak 5 tahun, aku jealous banget. Sampe pernah bilang kalo ortuku udah nggak sayang lagi sama aku haha. Tapi semakin besar akan mengerti sendiri kenapa orangtua lebih perhatian ke si bungsu daripada kakaknya. Kalau sekarang sih udah biasa aja karena udah pada gede haha. Gatau deh nanti kalau aku ngalamin sendiri punya anak mba 😁
Tapi iya lhoo, dulu Ibu saya itu terkesan lebih sayang sama Adik Saya, krn kami 2 bersaudara. Semoga kelak Saya bisa Adil yah berapupun jumlah Anaknya tetap Adil Kasih Dan sayangnya
Kebanyakan memang, anak bungsu itu odentik dengan limpahan kasih sayang dan sifat manja. Iya gaksi?
Berhubung aku si sulung, jadi gak begitu paham mbak. Tp kalo dibilang kebanyakan orangtua itu lebih sayabg sama si bungsu, ya memang mungkin ada faktor yg memengaruhi. Iya gak?
Berhubung anak2ku beda usia 5 tahun, jadi si sulung udah bisa diajak berkomunikasi dan diberi pengertian. Kuncinya sering2 peluk kakaknya juga walau dia udah gak pernah minta biar dia ga berasa dikesampingkan
Berhubung anak2ku beda usia 5 tahun, jadi si sulung udah bisa diajak berkomunikasi dan diberi pengertian. Kuncinya sering2 peluk kakaknya juga walau dia udah gak pernah minta biar dia ga berasa dikesampingkan.
Aku juga ngerasain lebih memanjain si bungsu tanpa sadar. Habis kakak2nya udah gede dan sibuk dengan dunianya sendiri. Jadi waktu sering dihabiskan berdua si bungsu😀
Semuanya bener nih. Memang anak bungsu itu dapat semuanya. Anak bungsuku sampe sekarang masih susah disapih tempat tidurnya hehe
Ini reminder banget buatku. Se-berusahanya untuk tetap seperti sedia kala pada anak pertama, tapi jujur masih aja kalau terhadap anak kedua lebih sering di sayang-sayang, pangku, dll. Padahal justru kita harus memperlakukan anak pertama lebih baik dari sebelumnya, karena adiknya akan mengikuti jejak kakaknya.