Ngobrol sama mama, khususnya selama beliau berkunjung ke Brunei kemarin, selalu memberikan pencerahan-pencerahan baru. Terutama dalam hal relasi dengan pasangan. Selama ini, sering saya merasa bahwa pernikahan orang-orang di sekitar saya lebih hangat dan menyenangkan. Kadang juga suka iri melihat pasangan-pasangan yang sudah menikah lebih lama tapi masih tampak mesra dan hangat. Sementara saya dan suami masih terus beradaptasi satu sama lain yang nggak jarang menimbulkan friksi atau sesekali merasa, “Ini orang cinta nggak sih sama saya?”
Tapi ternyata halaman tetangga memang nggak selalu lebih indah. Kalaupun terlihat lebih hijau kita juga nggak tahu perjuangan apa saja yang mereka lakukan untuk merawat tanaman-tanaman itu supaya nampak segar dari luar. Bisa jadi mereka juga bertengkar menentukan pupuk apa yang mau dipakai, siapa yang harus menyiram bunga dan menyiangi rumput secara rutin. Atau meski terlihat indah, bukan nggak mungkin di dalamnya banyak ulat yang pelan-pelan menggerogoti dedaunan dan akarnya mulai rapuh. Makanya nggak heran kalau lantas banyak pasangan yang pernikahannya keliatannya baik-baik saja tiba-tiba bercerai atau terlibat berbagai macam masalah.
Siapa yang sangka kawan yang selalu mesra dengan suaminya saat di depan orang lain ternyata suaminya sudah bertahun-tahun selingkuh dengan rekan kerja dan mertuanya selalu menyalahkan dia. Sementara di rumah lain, seorang saudara yang berlimpah materi, dikaruniai anak-anak pintar yang cantik dan ganteng ternyata nggak bahagia karena suaminya hanya mau berhubungan jika ia yang memulai lebih dulu. Atau ada yang bermasalah dengan kebiasaan suaminya minum minuman keras dan merokok sementara si istri ingin di usia yang semakin tua bisa lebih taat menjalankan perintah agama.
Dari sharing cerita-cerita seperti inilah saya banyak belajar bahwa yang namanya memanage kehidupan berumah tangga itu sama seperti mengasuh anak. Nggak ada sekolahnya dan nggak ada habisnya. Kadang, saat kita sudah mulai nyaman ada saja ujian-ujian baru yang kalau berhasil kita lewati akan membawa kita ke level yang lebih tinggi.
Jadi nggak usah iri sama pernikahan orang lain dan sibuk membanding-bandingkan dengan keluarga kita. Fokus aja memperbaiki dan terus menjaga supaya pernikahan kita nyaman untuk semua pihak. Seperti kata mak Henny di status Facebooknya:
Ngga usah pusing & iri soal rumput tetangga yang keliatan lebih hijau, yang terpenting menjaga rumput kita supaya nyaman untuk kita sendiri.
Dan buat kamu yang sedang berjuang mempertahankan keutuhan pernikahannya, yes you know who you are, dear. Be strong, this too shall pass. Apa yang telah terjadi akan mengubah rasa dan makna pernikahan itu sendiri. Rasa sakit yang dialami sekarang mungkin nggak akan pernah hilang. But please remember, there’s always a rainbow right after the storm. Tapi kalaupun sudah nggak sanggup lagi berjuang, maybe it’s time to let go. And we always be there for you.
alfakurnia
Lifestyle blogger yang suka berbagi tentang review produk, kisah sehari-hari, pengalaman parenting dan banyak lagi. Juga suka menulis resensi buku dan produk skincare di blog alfakurnia.com
0 thoughts on “Rumput Tetangga Tidak Selalu Lebih Hijau”
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan
Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.
aamiin… tulisan ini khususnya untuk mengingatkan diri saya sendiri sih