“Bunda, aku suka deh dipeluk Bunda seperti ini. ”
“Bunda juga suka meluk kakak seperti ini.”
“Bunda janji ya, sampai aku besar suka peluk aku.”
“Iya nak, Bunda janji. Akan selalu peluk kakak meski nanti kakak udah nggak mau dipeluk Bunda. Akan selalu ada untuk kakak, sampai kapan pun.”
“Bunda, I love you.”
“I love you more, kak.”
“I love you to the top of the tree, Bun.”
“I love you to the moon and back, boy.”
———
Perempuan itu mengusap air matanya, masih terbayang jelas kenangan malam itu. Saat ia dan lelaki kecilnya berbaring berpelukan di halaman rumah. Memandang langit yang berbintang dan menikmati indahnya bulan purnama.
Betapa kehangatan saat itu terasa kembali di hari ini, hari bahagia lelaki kecilnya. Ah ya, meski sudah berusia 27 tahun, lelaki itu tetaplah anak kecil di hatinya. Bocah tampan yang membuatnya jatuh cinta sejak pertama kali diletakkan di dadanya, menggeliat mencari kehangatan lalu berusaha menyesap air susu sang bunda.
22 tahun sejak malam itu, waktu terasa cepat berlalu. Tak sekalipun ia melewatkan semua peristiwa penting lelaki tampannya. Mulai dari senyum bangga saat masuk SD, lepasnya gigi susu yang pertama, tangis menahan sakit ketika disunat, kekecewaan saat pertandingan sepak bola yang pertama, patah hati, wisuda sarjana dan pasca sarjana, keriaan berbagi gaji pertama sampai saat lelakinya meminang seorang perempuan cantik untuk menjadi pendamping hidup. Ia selalu ada, tak pernah jauh.
Pandangan perempuan itu beradu dengan lelaki kebanggaannya yang menatap sang bunda dengan mata bersinar dan senyum yang mengembang. Ia ikut tersenyum, air matanya merebak lagi. “Terima kasih Tuhan, Kau beri aku kesempatan untuk menunaikan janjiku.” ucapnya dalam hati. “Hari ini, usailah tugasku untuk selalu ada di sisinya. Sudah ada penggantiku, gadis baik yang mendampinginya. Berdua, atas seijinMu, mereka akan saling menjaga.”
Mata perempuan itu beralih ke layar besar di dekat pelaminan yang menampilkan foto-foto kenangan kedua mempelai. Diputar pula sebuah video, cuplikan perjalanan hidup lelaki muda itu sejak lahir sampai berusia 10 tahun. Persembahan khusus dari sang bunda. Tamu undangan terperangah haru, pengantin gagah itu pun tak kuasa menahan tangis.
Di sebuah pusara, sepasang manusia duduk bersisian. Tangan mereka sesaat saling menggenggam, menguatkan. Sang lelaki menyiram gundukan tanah di depannya, menabur bunga dan berdoa. “Meski sudah 17 tahun Bunda pergi, aku merasa Bunda selalu dekat, seperti di hari pernikahanku kemarin. Selalu di sisiku dan menjagaku, terutama saat aku sedang membutuhkan Bunda. Kadang, pelukan Bunda pun masih terasa hangat. Terima kasih Bun, telah menepati janjimu untuk selalu bersamaku. Kini, Bunda bisa beristirahat dengan tenang. Doaku selalu besertamu, tunggu aku di surga nanti.”
“I love you more and more, bunda”
“Well, i love you most, boy. I love you more than my life.” balas perempuan itu sambil mengeratkan pelukan.
“Kelak, bila aku tak ada lagi dan kau rindu pada bunda, ingatlah malam ini ya nak. Bawa bunda selalu di hatimu. Simpan kebersamaan dan kehangatan kita dalam tiap hela nafasmu. Sehingga kau tak akan pernah merasa kehilangan bunda.” bisik perempuan itu kepada lelaki kecilnya yang telah tertidur lelap dalam dekapan.
Pertama kali ditulis dan dipublikasikan di Ngerumpi, untuk Ngerumpi Writing Competition yang telah berakhir tanggal 21 April 2012.
alfakurnia
Lifestyle blogger yang suka berbagi tentang review produk, kisah sehari-hari, pengalaman parenting dan banyak lagi. Juga suka menulis resensi buku dan produk skincare di blog alfakurnia.com