sunlight-166733_1920

Dari jaman masih kuliah dulu saya punya sebuah cita-cita besar untuk diri dan karir saya. Tadinya mau diwujudkan langsung setelah lulus kuliah tapi ternyata saya tergoda untuk kerja dulu, apalagi biaya untuk mewujudkan impian itu cukup besar bagi saya dan orangtua. Saya memutuskan untuk menabung dulu sambil bekerja supaya bisa melakukan itu dengan biaya sendiri. Sampai 1,5 tahun bekerja ternyata dana yang dibutuhkan tidak juga terkumpul. Maklum, euforia pekerja yang baru punya uang sendiri, maunya spending money aja. Lantas, saya menikah, hamil dan punya anak. Akhirnya sampai hari ini impian itu masih terkunci dengan rapi dalam sebuah kotak di hati dan pikiran saya.

Sudah sejak tahun kemarin saya kembali memikirkan cita-cita itu, apalagi sejak saya tidak lagi bekerja dan total menghabiskan waktu mengurus anak. Sayangnya karena satu dan lain hal masih belum bisa terwujud, saat saya meminta ijin kepada suami untuk mewujudkan mimpi itu dia hanya tersenyum tanpa mengatakan sesuatu. Saya sendiri jujur merasa ragu apakah dengan kondisi saya sekarang akan mampu melakukannya, karena selain biaya juga butuh usaha yang nggak mudah.

Banyak teman yang sudah lebih dulu melalui tahapan itu akhirnya memutuskan untuk berhenti sejenak karena tidak sanggup membagi waktu antara mengejar mimpinya dan mengurus rumah dan anak, apalagi bagi para working mom. Belum lagi kapasitas otak saya yang sudah lama tidak dipakai memikirkan sesuatu selain mengatur keuangan keluarga, menu masakan atau perkembangan anak. Saya sudah terlanjur menikmati sekaligus membenci comfort zone ini. Menikmati karena bisa bermalas-malasan di rumah, online seharian untuk ngeblog, bersosialisasi di social network dan main game di Facebook. Tapi juga benci karena tidak punya pilihan selain terkungkung 24 jam sehari di rumah.

Kadang saya berpikir, apakah sudah takdirnya cita-cita itu hanya akan menjadi mimpi yang tidak akan pernah terwujud. Kalau pun saya bersikeras ingin mengejarnya, sanggup kah saya, barokah nggak kalau tanpa restu. Atau haruskah saya menggantinya dengan membuat impian lain yang mungkin bisa dikompromikan dengan keadaan saya sekarang.

Jujur, deep inside i really want to chase that dream. Cuma tinggal itu mimpi yang saya punya untuk saya pribadi, saya butuh itu untuk merasa hidup, lepas dari peran sebagai istri dan ibu. Saya ingin punya sesuatu yang bisa saya kerjakan dan banggakan atas nama saya sendiri. Mungkin kesannya saya egois dan tidak puas dengan keadaan yang saya punya saat ini. Tapi sungguh, di balik status saya saat ini, saya adalah seorang individu yang punya harapan dan keinginan pribadi.

Dilema itu selalu ada di hati dan pikiran saya, membuat saya ragu dan maju mundur. Namun kejadian baru-baru ini menguatkan saya untuk membuat keputusan. Saya akan mengejar mimpi itu, minimal saya berusaha untuk meraihnya. Selangkah demi selangkah dengan penuh keyakinan berusaha mencari pintu kesempatan untuk mewujudkannya. Kalaupun gagal setidaknya saya bisa membuktikan kepada diri sendiri kalau dalam satu waktu di hidup ini, saya sudah melakukan sesuatu untuk mewujudkan cita-cita itu.

Seperti kata Donny Dirghantoro dalam novelnya 5 cm, “Apa yang mau kamu kejar taruh di sini, biarkan dia menggantung, mengambang 5 centimeter di depan kening kamu. Dan sehabis itu yang kamu perlu cuma kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya, tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya, mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya, leher yang akan lebih sering melihat ke atas. Lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja, dan hati yang akan bekerja lebih keras dari biasanya serta mulut yang akan selalu berdoa.”

Suka dengan artikel ini? Yuk bagikan :)

alfakurnia

Lifestyle blogger yang suka berbagi tentang review produk, kisah sehari-hari, pengalaman parenting dan banyak lagi. Juga suka menulis resensi buku dan produk skincare di blog alfakurnia.com

2 thoughts on “Impian

  1. Nia sayang..
    kalau boleh Yaya share mimpiku yang lain dari orang lain..hehehe..

    Aku tuh malah kepengen lhoo jadi ibu rumah tangga dan punya anak. Seriously, karena sekarang Alhamdulillaah Yaya juga udah punya bisnis yang Alhamdulillaah bisa diandalkan..I think it’s time for me to move to another step:
    whick is a marriage life.

    Doain yaaa 😉

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top
error: Content is protected !!