Beberapa waktu yang lalu, saya ngobrol dengan teman baik saya Shelvy Waseso tentang suka duka membesarkan anak-anak gadis kami yang beranjak remaja. Karena Air berusia lebih tua 2 tahun dari Cinta, tentu saya yang lebih banyak belajar kepada Vei. Dari perbincangan itu, terpikir untuk membuat blogpost tentang bagaimana caranya supaya kita tetap dekat dengan si pra remaja. Tapi, karena kesibukan, ide itu menguap begitu saja, sampai saya mengunjungi blog elisakaramoy.com.
Pada blog yang dimiliki oleh Mutia Erlisa Karamoy ini, saya menemukan sebuah cerita menarik tentang hobi terbaru putra sulungnya yang berusia 12 tahun. Dalam postingan yang berjudul Nak, Apa Sih Menariknya Klakson Bus Telolet?, Mutia, panggilan akrab ibu beranak 3 ini, bercerita tentang tren yang sedang kekinian di kalangan anak pra remaja saat ini, yaitu merekam aneka klakson bus dan mengunggahnya di akun instagram mereka. Menarik juga ya?
Ternyata, bukan hanya cerita tersebut yang membuat saya betah berlama-lama di blog penulis lepas yang juga berprofesi sebagai ghost writer ini. Karena saya lebih sering browsing menggunakan telepon genggam, blog yang responsive atau mobile friendly tentu lebih nyaman dibaca seperti blog elisakaramoy.com ini. Tulisan-tulisan yang ada di dalamnya juga diramu dengan apik, sehingga nggak membosankan meski cukup panjang. Seperti cerita tentang klakson bus itu, saya bisa membayangkan anaknya Mutia berlari-lari bersama teman-temannya mendatangi bus yang terparkir di dekat perumahan mereka.
Tampilan blog Mutia juga manis dan sederhana. Meski menggunakan theme bawaan dari blogspot, nggak terkesan kaku. Kebetulan juga kapan hari ada teman yang ingin membuat blog tapi bingung mengutak-atik tampilan blognya supaya nggak kaku. Nah, sepertinya saya akan menyarankan supaya dia belajar dari Mutia aja ya.
Kembali ke cerita klakson bus, saya pun jadi teringat ide membuat blogpost tentang mengasuh anak pra remaja dan akhirnya menghubungi Mutia untuk meminta saran-sarannya. Senangnya, beliau pun memberikan respon positif, sehingga tulisan ini akhirnya selesai juga.
Apa sih menariknya membahas tentang hubungan orangtua dengan ABG? Well, menurut saya, usia pra remaja yang berada di rentang 10-12 tahun ini cukup tricky. Di satu sisi mereka sudah nggak bisa lagi disebut anak-anak, bahkan mungkin ada yang sudah memasuki akil baligh. Di sisi lain, belum cukup dewasa untuk diberi kebebasan lebih seperti remaja pada umumnya. Nanggung gitulah.
Anak-anak pra remaja ini biasanya mulai mengalami perubahan hormon yang besar sebagai proses yang berujung pada kematangan seksual, dan sebagai mama, kita tahu dong efek perubahan hormon ini bagaimana. Kalau tiap bulan kita mengalami mood swing dan merasa labil karena efek pre menstruasi syndrome, ya kira-kira begitulah yang sedang mereka alami, tentu dengan kadar yang berbeda dan rentang waktu yang lebih panjang.
Tekanan dari teman-teman sepermainan, keinginan mereka untuk mandiri, kurang fokus dengan keluarga seringkali membuat perilaku abege kita berubah. Hal ini kerap jadi konflik antara ortu dan anak, sehingga nggak jarang akhirnya papa dan mama memilih untuk menjaga jarak dengan anak baru gedenya. Padahal, di masa seperti ini, anak membutuhkan rumah yang aman dan nyaman sebagai landasan mereka untuk melebur ke dunia luar yang menarik sekaligus menakutkan bagi mereka.
Dan satu-satunya cara supaya anak dapat melalui masa pra remaja ini dan menciptakan landasan yang kokoh bagi masa remaja yang hadir setelahnya, adalah dengan mempertahankan ikatan yang kuat dengan mereka. Untuk itu, meskipun sebagai blogger dan penulis ia aktif di aneka kegiatan yang melibatkan blogger dan suka berkomunitas di Emak Blogger, Ibu-Ibu Doyan Nulis dan Komunitas Ummi Menulis, Mutia selalu berusaha supaya tetap dekat dengan anak-anaknya yang tengah dan hendak memasuki usia pra remaja dengan cara seperti berikut ini:
Bersahabat Dengan Si Pra Remaja Dari Kacamata Mutia Erlisa Karamoy
Melek Teknologi
“Anak saya dekat dengan saya karena saya tahu sedikit banyak tentang teknologi, hal yang menarik bagi remaja.”
Anak sekarang atau yang sering disebut generasi digital, bisa dibilang tumbuh besar dengan perkembangan teknologi. Mulai dari tv, komputer, telepon genggam, tablet, game console dan masih banyak lagi. Mereka juga sangat akrab dengan media sosial meski sebagian besar memberikan syarat usia minimum 13 tahun bagi seseorang untuk memiliki akun media sosial.
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengenal bahkan kalau perlu ikut update dengan perkembangan dunia digital ini. Nggak perlu sampai menjadi ahli tapi minimal kita bisa jadi tempat bertanya bagi anak. Seperti Mutia yang nggak segan belajar tentang teknologi secara otodidak sebagai efek samping sebagai blogger dan penulis.
Kenali Teman-Temannya
“Saya berusaha kenal dengan teman akrabnya. Kadang teman-temannya saya suruh main ke rumah. Biarin deh ribut ngobrol, yang penting saya bisa memantau perilaku dan cara bergaul mereka.”
Pada usia ini, anak-anak biasanya lebih dekat dengan peer groupnya atau bahasa gaulnya, teman sepermainan. Untuk itu usahakan kita selalu mengenal teman-teman mereka, bahkan kalau perlu kita berteman juga orangtuanya. Tapi tentu tidak bijaksana melarang anak kita bergaul dengan teman tertentu hanya karena orangtua atau lingkungannya kurang baik. Justru ini menjadi kesempatan kita dan anak untuk belajar menerima orang lain dengan tangan terbuka dan hati yang hangat. Untuk itu, anak harus dibekali landasan yang kuat terlebih dahulu supaya nggak mudah terjerumus ke dalam lingkungan yang negatif.
Selain itu, menjadikan rumah kita markas atau tempat berkumpul anak dan teman-temannya juga dapat menjadi cara supaya kita tetap dekat dengan anak. Meskipun rumah kita jadi berisik dan berantakan, dengan cara ini bisa jadi teman anak-anak pun dekat dengan kita. Sehingga kita dapat memantau mereka atau mendapatkan informasi dari temannya tentang hal-hal yang mungkin nggak diberitahukan anak ke kita.
Stay Connected
“Menurut saya yang paling penting (kita) harus dekat dengan si ABG. Sering ngobrol layaknya teman biar bisa menjajaki dunianya.”
Dengan cara makan malam bersama sambil mendengarkan cerita-ceritanya di sekolah hari ini. Tahu nggak sih, mom, anak yang terbiasa makan bersama keluarga memiliki resiko lebih rendah dari menggunakan narkoba, minum alkohol, melakukan hubungan seks di usia dini dan mengalami depresi atau kecemasan.
Manfaatkan juga waktu sebelum tidur untuk ngobrol dengan ABG kita, biasanya saat santai seperti itu anak lebih mudah untuk cerita. Tapi berusahalah jadi pendengar yang baik, ya, Mom. Kalau mereka bercerita tentang sesuatu yang kita nggak suka jangan langsung dihakimi. Nanti bisa-bisa mereka malas ngobrol lagi sama kita.
Nah, itu dia beberapa saran dari Mutia.
Bagaimana dengan sahabat Pojok Mungil? Apa cara yang mama atau papa lakukan supaya tetap dekat dengan anak di usia pra remajanya? Sharing di kolom komentar, yuk.
alfakurnia
Lifestyle blogger yang suka berbagi tentang review produk, kisah sehari-hari, pengalaman parenting dan banyak lagi. Juga suka menulis resensi buku dan produk skincare di blog alfakurnia.com
19 thoughts on “Bersahabat Dengan Si Pra Remaja Dari Kacamata Mutia Erlisa Karamoy”
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan
Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.
Saran-saran dari Mbak Mutia juga Mbak Alfa memang cucok. Bisa diterapkan kalau Han sudah besar nanti. TFS ya Mbak
Sama-sama, mbak Rani.
wah saya yang belum punya anak, tips2 di atas tadi bisa dijadikan referensi nantinya buat saya. Tfs mba
Dan bener, blog yg mobile friendly dan gk berat emang bikin betah berlama-lama tersesat di situ 🙂
Iyah, tapi bikin blog yang nggak berat itu pr banget hehehe
Iya bener… ortu mesti ngikutin teknologi juga biar gak gaptek2 amat… dan kenali teman2nya….
Iyah, teknologi dan teman itu bisa jadi pedang bermata dua soalnya.
Usia anak kami sepantaran… dan iya… tricky banget…. salah dikit bisa beda penerimaannya. hahahaha…. diperlakukan ala anak2, merasa sudah lebih dewasa. diperlakukan ala remaja, eeh…. masih belum nyampe….
Tapi tips mbak Elisa OKE banget tuh
Iya, insyaAllah jadi bekal saya menghadapi masa itu nanti.
Anakku bentar lagi juga pra remaja…tis nya oke banget mba…
Sama, mbak. Semoga bermanfaat ya.
Mungkin, lebih jadi kepada pertemanan dari pada orang tua, ya.. Biar dia bisa terbuka sama kita. Anakku masih kecil, jadi ya.. Masih angan angan aja hehehd
Sebenarnya sih nggak boleh juga ortu jadi teman karena nanti nggak ada guidance dan rules. Cuma mungkin harus lebih fleksibel dan hangat.
Itu juga yang ibu saya jalanin..jadi kayak temen
Ah, beruntungnya dirimu, mbak. Nggak banyak ortu yang bisa begitu. Semoga nanti saya bisa.
Wah…saya musti belajar nih mengolah chat pendek menjadi sub bahasan yang lebih jelas dan pastinya bernilai edukasi, suka banget pingin share tapi ntar pencitraan karena ada link ke saya…huhuhu. Makasih mbak…nice post and i like very much…
Makasih apresiasinya, mbak Mutia.
Soal yang melek teknologi, aku jadi ngebayangin 10-12 tahun mendatang mungkin anak saya udah bisa kepoin blog ibunya, hihihi liat apa aja yang udah kita ceritain tentang dia waktu kecil.. malu gak sih blognya dibaca anak sendiri, hahaha nah barangkali cinta jg salah satu pembaca setia blognya ibunya 😀
Hahaha Cinta belum tertarik baca blog mamanya. Nggak ada yang seru 😂