“Dan apakah ASI pasti jadi pilihan yang paling tepat?”

Kutipan itu saya ambil dari sebuah tulisan di salah satu media online yang sedang membahas tentang Air Susu Ibu vs Sufor.

Mom War: Air Susu Ibu vs Susu Formula

Yayaya topik itu memang nggak ada matinya, yes. Di tengah gencarnya kampanye bawah tanah tentang pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dan dilanjutkan sampai 2 tahun, kubu sebaliknya juga nggak mau kalah.

Semakin banyak iklan-iklan susu formula dengan formatnya yang bikin ibu-ibu meyakini bahwa sufor pun tak kalah baiknya dari air susu ibu. Bahkan nggak sedikit tenaga kesehatan dan rumah sakit yang langsung memberikan susu formula kepada bayi baru lahir tanpa persetujuan ibunya dengan alasan air susu ibu belum keluar sampai bayi kuning.

Kenapa saya bilang kampanye ASI adalah gerakan bawah tanah? Karena meski didukung oleh dinas kesehatan tapi pelaksanaannya masih berupa sosialisasi dari mulut ke mulut. Via penyuluhan di posyandu, kelas-kelas edukasi oleh organisasi nirlaba pendukung pemberian ASI, support group dan media online. Belum ada dana besar yang dikucurkan untuk pembuatan iklan ASI eksklusif seperti halnya susu formula.

Gagal Memberi ASI Bukan Berarti Ibu yang Buruk

Saya sendiri nggak anti susu formula, Cinta juga nggak sukses-sukses amat ASI eksklusifnya karena 2 minggu pertama masih minum susu formula. Bahkan ketika saya bekerja, di usia 9 bulan, Cinta terpaksa diberi tambahan susu formula karena stok ASI Perah saya nggak cukup.

Kesalahan yang saya sesali adalah tidak mempersiapkan stok ASIP ini dari awal, sehingga meski dalam perjalanan berangkat kerja, di kantor dan pulang kerja saya bisa memompa 4x tapi tetap saja nggak bisa memenuhi kebutuhannya akan susu.

Baca Juga: Serunya Ibu Menyusui Sambil Bekerja

Saya setuju bahwa tidak bisa memberikan air susu ibu bukan berarti saya ibu yang kurang baik dibandingkan ibu-ibu yang sukses memberikan air susunya untuk bayi mereka.

Masih banyak faktor lain yang harus diperhitungkan untuk menilai seorang ibu itu ibu yang baik atau bukan. Ada pola asuh, pemberian nutrisi & asupan gizi, dll. Dan menurut saya yang berhak menilai pun anaknya sendiri, bukan sesama orang tua. Apa yang baik menurut kita belum tentu cocok untuk diterapkan di keluarga lain, bukan.

Para ibu yang sudah berusaha memberi ASI namun gagal juga tak perlu rendah diri. Yang penting kita sudah berusaha semampu kita. Tapi saya tetap percaya bahwa ASI adalah pilihan yang terbaik. No question, about it. Kegagalan sekarang bisa jadi pemacu untuk belajar lebih banyak lagi tentang ilmu dan manajemen ASI. Apalagi saat ini sudah semakin banyak konselor laktasi yang siap membantu. Semangat!

Suka dengan artikel ini? Yuk bagikan :)

alfakurnia

Lifestyle blogger yang suka berbagi tentang review produk, kisah sehari-hari, pengalaman parenting dan banyak lagi. Juga suka menulis resensi buku dan produk skincare di blog alfakurnia.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top
error: Content is protected !!